Rabu, 03 Agustus 2011

Privatisasi: Sebuah Langkah Solusi yang Irasional

Sudah menjadi suatu rahasia umum kalau negeri ini adalah keranjang yang menampung sampah-sampah yang akan membusuk (untuk oknum aparat yang tidak baik).  Hal ini sangat tegas disampaikan oleh Megawati Soekarno Putri saat menjabat sebagai presiden, menanggapi isu tentang kabinetnya yang kuran kompak. Artinya, Megawati sendiri menyadari betul bahwa aparatur pemerintahan negeri ini penuh dengan praktik-praktik busuk dalam memenangkan kepentingan pribadi dan politiknya serta mengenyampingkan hak yang seharusnya di dapatkan oleh rakyat.
            Hal senada juga diperingatkan oleh Amien Rais bahwa ada tiga lembaga pemerintah yang mengalami pembusukan kronis dibandingkan yang lain, yaitu BPPN, Kantor Meneg BUMN, dan Menko Perekonomian (Republika, 26/2/2002). Ketiga lembaga inilah yang seharusnya menjadi kunci untuk mengatasi masalah krisis di negeri kita saat ini. Dapat dibayangkan bagaimana badan yang seharusnya mampu mengeluarkan kebijakan konkrit yang jelas dan terencana sehingga mampu mengatasi problematika perekonomian negeri ini ternyata digerogoti dari dalam dan menjadi tempat pesta bagi pejabat-pejabat korup yang tidak peduli terhadap rakyat.
           
Bila kenyataannya seperti di atas, terjadinya penjualan BUMN dan aset-aset publik yang lainnya sebagai alasan utama untuk menutupi defisit anggaran negara adalah tidak tepat dan irasional. Tampak jelas bahwa problem utamanya bukanlah pada ketersediaan dana, tetapi justru praktik-praktik korup busuk yang dilakukan oleh aparatur pemerintah negeri ini yang telah menelewengakan dana hingga triliunan rupiah. Dengan kekayaan alam yang melimpah dan sumber daya manusia yang memadai, seharusnya Indonesia menjadi Negara yang mampu bergerak maju. Terkait dengan sumber daya manusia, dapat kita lihat berapa banyak orang-orang cerdas Indonesia justru lebih memilih berkarir di luar negeri. Dilansir dari pernyataan Prof. Dr. BJ. Ing. Habibie yang dimuat dalam berita Yahoo (periode akhir Juli), Tidak ada tempat bagi orang yang memiliki kepandaian untuk mengaplikasikan ilmunya di Indonesia. Yang artinya, bisa dikatakan percuma pintar di Indonesia, jika orang yang pintar tidak mampu menujukkan kreatifitasnya. Permasalahannya adalah pada negara, dimana tidak memberikan fasilitas kepada para ilmuan cerdas untuk mengembangkan ilmu dan mengaplikasikannya dalam dunia teknologi ataupun lainnya untuk mengolah dan memanfaatkan SDA yang ada di Indonesia. Pemerintah mengacuhkan orang pandai. Berapa banyak profesor di Indonesia, dunia kerja mereka hanya sebagai pengajar di Perguruan tinggi, pakar yang ahli beretorika tanpa kinerja, dan pejabat pemerintah. Sungguh menyia-nyiakan ilmu. SDA di Indonesia justru malah dilimpahkan kepada pihak swasta asing, inilah penyebab kemunduran perekonomian Indonesia. Mengaku sedikit rakyat miskin, padahal standar orang miskin begitu rendah, yakni Rp. 7.000 perhari (lihat harian pikiran rakyat, 14/7/2011). Indonesia terlena dengan sisem politik yang mampu memperkaya para pejabat secara instan melalui praktik korup busuknya dan menindas rakyat dengan terus mempersulit dan membebani rakyat dengan biaya hidup yang tersu meningkat dan minimnya bantuan, karena dana dialihkan untuk memenuhi fasilitas-fasilitas super mewah yang dibutuhkan pejabat. Dimana hati pejabat, pemimpin, aparat pemerintah, yang asyik-asyik menikmati fasilitas, tertawa ria, tidur nyenyak, dan makan enak, sedangkan begitu banyak rakyat yang bahkan untuk makan sesuap nasi pun harus kerja banting tulang sehari semalam. Kolong jembatan menjadi atap yang nyaman untuk melindunginya dari guyuran hujan dan terik matahari, dan kini mereka pun diusir. Pemukiman kumuh yang satu-satunya menjadi tempat perlindungan, kini tiada lagi guna menambah nilai estetika daerah tanpa memberikan kompensasi apapun. Itukah yang pemerintah anggap benar?
            Miskinnya Indonesia bukan karena tidak memiliki dana, namun atas ketidak mampuannya dalam mengelola kekayaan SDA dan SDM. Penjualan aset-aset publik ke swata pun pada akhirnya bukanlah solusi mendasar untuk memecahkan utang luar negeri Indonesia. Sebaliknya yang mungkin terjadi adalah kekayaan Indonesia akan terjual habis ke swasta, sedangkan problem utang luar negeri masih menumpuk. Indonesia akan kembali terjajah secara ekonomi, bahkan mungkin saja penjualan pulau yang dulu masih sebatas wacana di zaman kepemimpinan Habibie akan menjadi terealisasi. Indonesia tak terkendali akibat dikte yang dilakukan oleh Asing. Mengapa hal itu dapat terjadi?
            Jika pembusukan terus berlangsung bahkan semakin menjadi-jadi pada lemabag-lembag yang bertugas untuk menyediakan dan menyalurkan dan paket penyehatan dan pemuliahn ekonomi, maka ketersediaan dana untuk menyelesaikan problem ekonomi sampai kapan pun tidak akan pernah ada. Sementara, utang luar negeri dan defisit anggaran negara akan selalu membutuhkan dana segar. Dengan demikian, penjualan aset-aset publik melalui BUMN hanya merupakan langkah jangka pendek yang irasional. Sebab jika dana habis maka akan terulang lagi proses penjualan BUMN lainnya.
            
            Bersambung.......
            Selanjutnya, dampak penjualan aset rakyat (privatisasi) diberbagai bidang.
Dilansir dari beberapa buletin, berita, dan studi kasus
Untuk insan yang menginginkan keadilan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar